Tulisan seorang mahasiswa berprestasi tingkat nasional tahun 2007, Shofwan Al-Banna Choiruzzad
(judul nya pas buat orang2 ngga punya hati!!! )
Surabaya ,1945
Langit gelap. Bukan oleh awan yang hendak menurunkan hujan. Angkasa dipenuhi pesawat sekutu yang bergemuruh. Di dalamnya, para serdadu masih menyisakan keangkuhan. Mereka baru saja menghancurkan pasukan Jepang di Front Pasifik. Dari langit, mereka menebar ancaman: "menyerah, atau hancur".
Beberapa pekan sebelumnya, pengibaran bendera Belanda memicu amarah para perindu kemerdekaan. Seorang pejuang mencabik warna biru dari bendera Belanda di Tunjungan, menggemakan pesan bahwa negeri ini tak rela kembali dijajah. Tentara sekutu menjawab dengan salakan senapan, bersembunyi di balik alasan "memulihkan perdamaian dan ketertiban".
Jiwa-jiwa merdeka itu berontak. Brigadier Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris di Surabaya, terbunuh. Sekutu murka.
Rakyat gelisah. Surabaya telah lama dikenal sebagai salah satu pusat perlawanan. Laskar-laskar dari berbagai pesantren dan daerah banyak yang menjadikan kota ini sebagai markas. Di kota ini pulalah, Cokroaminoto dan Soekarno muda mendiskusikan cita-cita kemerdekaan.
Suara dari lelaki kurus itu menghapus semua keraguan.
"Saudara-saudara rakyat Surabaya .
Bersiaplah! Keadaan genting.
Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
Jangan mulai menembak.
Baru kalau kita ditembak.
Maka kita akan ganti menyerang mereka itu.
Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara.
Baca Selengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar